Kamis, 28 Januari 2021

Filosofi Ki Hajar Dewantara; Budaya Sekolah Sebagai Kekuatan menghadapi Tantangan di Sekolah

 

Banyak sekali hal-hal positif pemikiran tentang filolosofi pendidikan yang diutarakan Ki Hajar Dewantara. Salah satu hal yang sangat positif adalah menyatukan budaya disekitar lingkungan seekolah kedalam proses belajar mengajar. Hal tersebut ditujukan untuk mengajak tidak hanya warga sekolah tetapi juga warga masyarakat di lingkungan sekitar sekolah untuk ikut serta berperan aktif mewujudkan suatu budaya positif di lingkungan sekolah dan di lingkungan sekitarnya. Salah satu prinsip yang dipegang teguh oleh Ki Hajar Dewantara dari tujuan pembelajaran itu sendiri adalah menjadikan siswa menjadi pribadi yang bisa bermanfaat dan berguna untuk masyarakat sekitarnya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, kebudayaan yang positif daerah sekitar lingkungan sekolah harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. 

Budaya religi perlu digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Di daerah saya cukup banyak pendidikan non formal keagamaan yang menunjang terwujudnya tujuan pendidikan. Saya bisa menggunakan kebudayaan religi untuk menunjang proses pembelajaran di sekolah dalam hal perwujudan motivasi positif internal dari siswa.

Sebagai contoh adalah karena 100% siswa di sekolah saya adalah beragama Islam maka sebelum pembelajaran berlangsung biasanya siswa dituntun untuk membaca beberapa ayat dari Al-Qur’an selama kurang lebih 10 menit. Hal tersebut bertujuan agar selama pembelajaran beerlangsung mereka diirriingi oleh semangat kerohanian yang positif yang bisa menjaga mereka melakukan hal-hal atau tindakan-tindakan yang tidak diinginkan. Selain itu, ketika waktu beribadah telah tiba, para guru juga menuntun para siswa untuk melakukan ibadah bersama-sama agar terjalin nilai kebersamaan dan toleransi yang tercipta diantara guru dan diantara siswa. Setiap hari Jum’at tiba, siswa dan guru bersama-sama melakukan kegiatan kerohanian lainnya seperti mendengarkan tausiyah atau ceramah dari tokoh atau pemuka agama di sekitar lingkungan sekolah. Selain dari tokoh atau pemuka agama, tidak jarang juga guru dan siswa ikut serta mengisi ceramah dalam kegiatan tersebut. Topik yang dipilih untuk ceramah tersebut adalah motivasi-motivasi yang positif untuk membangkitkan motivasi instrinsik dari dalam diri siswa dan guru. Seluruh rangkaian kegiatan kerihanian tersebut digunakan karena para siswa di SMPN 2 Leuwisadeng sebagian besar juga belajar di pendidikan non formal keeagamaan (pesantern) yang berlokasi di sekitar sekolah. Situasi yang sangat positif tersebut sudah menjadi budaya di lingkungan Leuwisadeng. Diharapkan dengan dipadukannya budaya positif tersebut di dalam kegiatan pembelajaran di sekolah akan membuat segala tujuan pembelajaran disekolah tercapai dengan maksimal.

Program pembiasaan budaya religi yang diterapkan di sekolah memang tidak mudah. Ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh guru dan sekolah. Sebagai contoh adalah siswa yang juga menempuh pendidikan non formal di lembaga religi atau pesantren kadang cepat merasa lelah ketika mengikuti rangkaian kegiatan pembelajaran di sekolah. Hal tersebut dikarenakan mereka setelah pulang sekolah dan ssebelum berangkat sekolah mengikuti kegiatan religi terlebih dahulu di pesantren. Tantangan tersebut diatasi oleh sekolah dan guru dengan berdiskusi bersama penyelenggara pendidikan di pesantren mengenai jadwal pembelajaran. Hasilnya pihak sekolah dan pesantren mendapatkan solusi yaitu penyesuaian porsi belajar siswa di pesantren. Dalam artian bahwa untuk siswa yang akan melakukan kegiatan belajar di sekolah tidak terlalu mendapatkan porsi belajar yang padat di pesantren. Hal tersebut diharapkan bias menjaga stamina dan konsentrasi siswa ketika melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Short Functional Text #Short Message

 Short message is one of the short functional text that show short information from the sender to certain person.  The example  of short mes...